Kamis, 15 Juli 2021

Hidup bagaikan seperti jalan yang pangjang di mana seseorang harus melewatinya, kadang  jalanan itu berliku, berbatu, berduri, menanjak, menurun, lurus bahkan terkadang buntu.  

Saya tidak sekuat apa yang orang pikir dan bayangkan saya ini cuma manusia biasa yang tidak terlepas dari lupa dan khilaf. Jauh sebelum saya merasakan yang namanya menikah, saya hanya anak perempuan milik kedua orangtuaku. Keluargaku yang sederhana, tapi di balik kesederhanaannya, tersimpan banyak cerita yang memilukan

Umurku sekarang 20 tahun, 2 tahun yang lalu aku menikah. Sangat terbilang umur yang sangat muda saya sudah menikah, waktu itu saya santri anak pesantren yang lugu. Cita-citaku sangat sederhana yaitu ingin meringankan dan membantu beban ayah dan ibu.  Dari kecil saya bukan perempuan yang banyak meminta keinginan, karena saya mengerti kondisi keluargaku, jadi saya gak pernah meminta apapun dari orang tuaku.

Seiring berjalannya waktu..
Sewaktu saya masih dipesantren jadi santriwati. Ayahku menelpon, kata ayah ada seorang lelaki yang ingin berkenalan dan melamarku. Singkatnya tak lama dari ayahku menelepon saya esok harinya pulang kampung, di Jambi tempatku dilahirkan dan mengungkapkan kalau saya sudah siap berumah tangga dan menikah.

Aku perpikir kalau saya cepat menikah, berkuranglah beban orangtuaku. Akhirnya pada tahun 2018 saya menikah, dan dikaruniai satu orang anak lelaki yang tampan.  Saya pikir menikah itu  hanya sekadar ngurus anak dan suami, ternyata oh ternyata lebih dari ituuuu.

Pernikahanku gak sebahagia yang saya pikirkan sebelumnya, Batinku tersiksa menghadapi suami yang kasar dan kalau ngomong seenak jidadnya dan tak punya hati. Sakitnya dikhianati, perihnya hati lengkap menampung semua caci maki dan hinaan adalah makanan sehari-hari dalam rumah tanggaku. Hampir setiap hari saya menerima perlakuan seperti itu, saya hanya bisa menangis. Saya depresi dan stress.

Saking stresnya saya berniat mencoba mengakhiri hidup dengan bunuh diri tapi setelah dipikir pikir, gimana nasib anakku kelak kalau saya mati !!. Setiap hari kata-kata yang keluar dari mulut suamiku  terngiang-ngiang di telinga. Unkapnya “Dasar anak orang miskin, bisanya nyusahin saja, setiap kali kami bertengkar kata kata kasar dan menyakitkan hati, Dasar Bodoh..."

Bahkan, anakku yang laki-laki ku sering jadi pelampiasan suamiku dikala marah anakku sering dipukul sampai lebam, padahal anak itu tidak tau apa2 dan masih sangat kecil. Ya Allah ya Tuhan kalau teringgat sungguh sakit rasanya.

Yang lebih parahnya lagi kebutuhan dirumah jarang dipenuhi oleh suamiku,  Sedih rasanya saya hanya bisa menangis dan meratapi nasib yang ku alami, tanpa pernah saya bercerita sama keluargaku. Berjuta rasa yang ada dalam hatiku, benci hingga menjadi dendam.

Saya pun tidak tahan lagi dengan  perlakuannya kepadaku dan pada akhirnya saya berniat  untuk bercerai. Saya  bawa anakku pulang ke rumah orang tuaku. Tidak disangka malah berbalik, ternyata bertambah penderitaanku.

Saya putuskan  untuk merantau ke Tanggerang bersama ibu dan anakku ke tempat kakak perempuanku yang tinggal dijakarta karena mantan suamiku terus menerus mendatangi rumah ibu untuk merujukku. Tapi sayangnya, rasa cinta itu sudah menjadi rasa benci, bahkan saya sudah tidak ingin lagi melihat wajahnya.

Menjadi janda bukanlah sebuah pilihanku namun itu sudah takdir jalan hidupku. Saya stres, rasanya ingin bunuh diri karna Keperluan anak yang kurang terpenuhi, cemoohan dari tetangga, terus menerus, saya hanya menangis terkadang malam hari saya melihat keatas langit bintang-bintang yang bertaburan sambil berkata dalam hati, "Ya Allah ya Tuhan  kapan semua ini berakhir dan menemukan titik terang. Kapan saya bisa merasakan hidup bahagia seperti orang orang diluar sana, saya hanya bisa berdo'a ya ALLAH semoga dengan penderitaan yang kualami ini menjadi asbab Engkau mengampuni dosa-dosaku, Amien ea Robbal Alamien.

Hari demi hari ku jalani hidup ini saya lebih nyaman tentram hidup dalam keadaan seperti ini penuh rasa syukur, daripada saya hidup bersama suamiku dulu, tidak sampai disitu cobaan demi cobaan terus melanda keluargaku, ditambah lagi kedua orang tuaku  memutuskan untuk bercerai. Saya hanya bisa pasrah dan menerima karna saya tidak heran lagi dengan keputusan kedua orng tuaku, keributan yang dialami rumah tangga kedua orang tuaku waktu saya belum menikah memang tidak pernah ada usainya.

Sempat terlintas dipikiranku, mengapa mantan suami dan ayahku sama egoisnya,  dan tidak mau memenuhi kebutuhan rumah tannganya, So pasti apapun bentuk keputusan yang kita ambil dallam hidup ini pasti rresikonya,

Setelah sekian lama saya merantau di Tanggerang rupanya mantan suamiku mau menikah lagi dan harus ngurus surat cerai akhirnya saya harus pulang ke kampung untuk menjalani sidang perceraian di jambi, saya pun berangkat ke jambi dengan dengan membawa anakku, setelah tiba dikampung saya tinggal di rumah keluarga adik dari ayahku, waktu tinggal dsitu seringkali saya mendapatkan kata kata yang tidak enak didengar, yaa saya gak bisa berbuat apa2 karna saya sadar cuma numpang dirumah itu.

Yang namanya numpang dirumah orang saya sering berpindah pindah, sebenarnya aku tak tahan menumpang di rumah orang, tapi karena tidak ada lagi tempat tinggal saya pun tidak bisa berbuat banyak. Hari yang ditunggu pun telah tiba,  Alangkah senangnya hatiku karna semua urusan percerayan sudah selesai.
Dan akhirnya saya memutuskan untuk kembali ketanggerang

Setelah sampai ditanggerang saya membuka lembaran baru dan berusaha menjadi orang yang kuat dan sabar dengan caraku sendiri.

Dua tahun setelah menjanda, Alhamdulillah ternyata Tuhan masih memberikan jodoh untuk saya menikah lagi. Saya menikah dengan seorang pria statusnya bujangan, saya berpikir dengan menikah yang kedua cobaan ini akan berakhir. Tapi apa hendak dikata ternyata apa yang saya bayangkan tidak seperti yang  saya harapkan

Seiring berjalannya waktu tepat  umur pernikahanku satu bulan, rumah tangga kami mulai cekcok, masalah anakku suami ku seperti gak menerima kehadiran anak tirinya. Pupus harapanku untuk membangun rumah tangga lagi, saya gak tahu lagi harus berbuat apa.

0 comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.